Daftar Isi
ChatGPT dan Keterbatasannya sebagai Antarmuka Masa Depan
Dalam beberapa bulan terakhir, popularitas ChatGPT telah meningkat pesat dan banyak orang yang mengalami keterbatasannya telah terlibat dalam percakapan tentang hal ini. Sebagai seorang desainer yang antusias, saya merasa perlu untuk mengatasi alasan mengapa chatbot mungkin bukan pilihan terbaik untuk antarmuka di masa depan.
Penggunaan ChatGPT sering kali membingungkan. Bagaimana seharusnya merumuskan pertanyaan? Dan ketika mendapatkan respons, ragu tentang pemahamannya atau sumber informasinya. Antarmuka yang efektif seharusnya memberikan instruksi yang jelas tentang penggunaannya dan batasannya. Namun, dalam antarmuka obrolan, satu-satunya petunjuk yang ada hanyalah kotak teks, mirip dengan pencarian Google atau formulir login. Pengguna harus belajar melalui percobaan dan kesalahan, yang menempatkan beban pada setiap individu. Hal ini dapat dihindari dengan mengintegrasikan panduan ke dalam antarmuka itu sendiri.
Model Bahasa dan Tantangan dalam Penggunaan ChatGPT
Model bahasa membuatnya mudah untuk mengirim dan menerima respons berbasis teks. Solusi sederhana adalah menambahkan lapisan yang dangkal dan menganggap tugas selesai. Namun, pendekatan ini menjadi melelahkan ketika pengguna mulai lelah mengetik terus-menerus. Setiap masukan yang diberikan ke model tersebut berfungsi sebagai informasi kontekstual. Untuk memfasilitasi proses memberikan konteks tersebut, saya mengembangkan antarmuka penulisan AI yang berfungsi sebagai tutor menulis, menawarkan saran untuk perbaikan konten. Dengan memungkinkan pengguna untuk menentukan tujuan menulis branda, audiens target, nada yang diinginkan, dan sumber inspirasi, respons dapat disesuaikan. Meskipun kita tetap ingin menggunakan antarmuka obrolan, kita dapat meningkatkan pengalaman pengguna dengan mengimplementasikan fitur-fitur yang menyederhanakan proses tersebut.
Tim saya baru-baru ini memperkenalkan prototipe bernama Copilot for Docs, yang bertujuan untuk menyederhanakan dokumentasi teknis bagi pengembang. Ini melibatkan dua aspek utama: mengidentifikasi informasi paling relevan untuk pertanyaan pengguna dan mensintesis respons yang disesuaikan. Untuk mencapai hal ini, kami menyertakan penggeser yang dapat disesuaikan untuk memenuhi profil pengguna yang berbeda, seperti pengembang pemula, individu berpengalaman, atau branda yang terburu-buru. Dengan memahami kelebihan alat dan jenis informasi yang menghasilkan respons yang paling membantu, kita dapat menyematkan sebanyak mungkin informasi relevan ke dalam antarmuka, daripada membebani pengguna dengan pertanyaan yang berulang.
Tantangan dalam Pengeditan dan Konsumsi Konten
Meskipun bahasa alami sangat baik untuk memberikan petunjuk umum, ia kurang efektif dalam memperbaiki detail spesifik. Misalnya, ketika menggunakan ChatGPT untuk meningkatkan tulisan, menjadi sulit untuk membedakan perubahan konkret yang dilakukan dalam teks. Pengguna terpaksa berpindah bolak-balik antara respons, baris per baris, yang menghambat proses pengeditan. Kurangnya “buffer kerja” ini menghambat alur kerja, karena pengguna terus-menerus beralih antara implementasi dan evaluasi. Selain itu, waktu menunggu respons juga mengganggu alur kerja. Seperti dalam loop kompilasi yang panjang dalam pemrograman, gangguan yang disebabkan oleh respons chatbot dapat menyebabkan hilangnya fokus.
Banyak produk yang menggunakan model bahasa berkontribusi pada tren mengonsumsi konten yang lebih pendek dan membosankan. Baik itu menonton tutorial makeup di TikTok atau membaca hot take 180 karakter di Twitter, penekanannya adalah pada konsumsi yang cepat. Banyak produk yang dibangun dengan model bahasa mendorong pengguna untuk mengandalkan AI dalam menghasilkan artikel atau menulis kode. Namun, setelah menggunakan produk-produk ini, saya sering merasa seperti hanya menekan tombol tanpa benar-benar menghargai hasilnya.
Memanfaatkan Kemampuan Manusia dalam Antarmuka Masa Depan
Menurut pandangan saya, tingkat masukan manusia yang diperlukan untuk suatu tugas menentukan tingkat kontrol yang dimiliki individu. Ketika manusia bertanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan, branda tetap memiliki kontrol atas hasilnya. Namun, ketika tugas semakin otomatis, manusia kehilangan kontrol, memasuki wilayah di mana branda masih harus membuat keputusan tetapi tidak memiliki otoritas atas hasil akhir. Pada ujung spektrum yang ekstrem, pengguna merasa seperti hanya menjadi operator mesin, tanpa keahlian yang terlibat dalam tugas tersebut. Meskipun otomatisasi bermanfaat untuk pekerjaan yang berulang dan sederhana, antarmuka menjadi penting ketika tugas hanya dapat diotomatisasi sebagian. Alih-alih hanya fokus pada efisiensi, kita harus memanfaatkan kemampuan manusia kita dan mengembangkan alat-alat yang meningkatkan proses berpikir kita, memungkinkan kita membentuk tulisan dengan presisi, dan memungkinkan kita memanipulasi objek dalam video.
Sebagai kesimpulan, chatbot terbukti tidak memadai sebagai antarmuka untuk model bahasa. Sebagai alternatif, kita dapat meningkatkan antarmuka chatbot dengan menggabungkan kontrol, menyediakan informasi relevan, dan menawarkan fitur yang ramah pengguna. Saat bidang ini semakin matang, kita harus berusaha membangun alat AI yang memanfaatkan kemampuan manusia kita, bukan hanya mengandalkan branda semata untuk menghasilkan konten.