Esensi Kesendirian dan Koneksi di Era Teknologi

October 29, 2024 | by Luna
{

Manfaat Kesendirian dalam Mendorong Kreativitas dan Hubungan yang Bermakna

Sepanjang karier saya, saya telah mendukung manfaat kesendirian, menekankan perannya dalam mendorong kreativitas dan mempersiapkan kita untuk hubungan yang bermakna. Merasa nyaman dengan diri sendiri memungkinkan kita menghargai perbedaan orang lain tanpa bergantung pada branda untuk meningkatkan harga diri kita. Saya percaya bahwa saya unggul dalam kesendirian, menemukan bahwa hal itu mendukung pekerjaan kreatif dan keseimbangan emosional saya. Namun, karantina COVID-19 mengungkapkan bahwa kesendirian yang saya sebut-sebut hanyalah waktu sendirian di tengah kehidupan yang sibuk. Saya berkembang dalam momen-momen kesendirian yang diselingi dengan interaksi sosial—seminar, makan malam, dan suasana ramai di tempat umum. Tanpa semua itu, saya menyadari bahwa saya bukanlah ahli kesendirian seperti yang saya kira.

Kesendirian dan Kesejahteraan Mental

Dinyatakan rentan karena usia saya, saya mendapati diri saya tidak hanya sendirian tetapi juga ketakutan, yang menghambat kreativitas yang pernah dipupuk oleh kesendirian. Dalam upaya untuk tetap tangguh, saya berpartisipasi dalam pertemuan Zoom dan terhubung kembali dengan teman-teman. Meskipun membantu, itu tidak bisa menggantikan kehadiran manusia yang saya rindukan. Para filsuf dan ahli saraf setuju bahwa wajah dan ekspresi manusia sangat penting untuk kesejahteraan mental kita. Ketidakhadiran kontak mata langsung dan isyarat wajah halus di Zoom membuat kita berusaha keras untuk mengimbanginya, membuat interaksi virtual melelahkan.

Interaksi Manusia dan Teknologi

Meskipun memiliki banyak waktu dengan perangkat kita, kita merindukan koneksi manusia yang sejati. Di awal karantina, saya memiliki interaksi virtual yang mendukung, tetapi saya paling merindukan percakapan tatap muka. Mencari ketenangan, saya bergabung dengan putri saya dan suaminya di pondok musim panas kami yang tidak dipanaskan di tepi laut. Kami membangun rutinitas yang menenangkan, berbagi makanan dan percakapan yang meredakan kecemasan saya. Pengalaman ini memperkuat keyakinan saya akan pentingnya bimbingan langsung, bahkan ketika saya beradaptasi menjadi pendidik online yang efektif.

Chatbot dan Empati Palsu

Seorang reporter New York Times kemudian bertanya kepada saya tentang program AI percakapan, atau chatbot, yang mengklaim menawarkan interaksi empatik. Karantina telah meningkatkan penggunaannya, tetapi saya berpendapat bahwa chatbot ini membuat janji palsu, mengeksploitasi kerentanan kita. Penelitian saya selama 25 tahun terakhir menunjukkan bahwa orang membentuk keterikatan emosional dengan mesin yang meminta perhatian, mengira ini sebagai empati sejati. “Empati pura-pura” ini mengurangi kapasitas kita untuk koneksi manusia yang nyata.

Integrasi Teknologi dan Potensi Manusia

Selama karantina, saya menemukan cara untuk mempertahankan interaksi yang bermakna, seperti mengundang teman untuk mendengarkan penampilan cello Yo-Yo Ma dan mendiskusikannya melalui telepon. Meskipun Zoom memfasilitasi pekerjaan jarak jauh, itu tidak bisa menggantikan kolaborasi spontan secara langsung. Kita tidak boleh memilih antara interaksi jarak jauh dan langsung, melainkan mengintegrasikan teknologi untuk meningkatkan potensi manusia kita.

Chatbot dan Keterbatasannya

Tes Alan Turing tahun 1950 menyarankan bahwa jika sebuah mesin dapat berbicara tidak dapat dibedakan dari manusia, itu harus dianggap cerdas. Beberapa chatbot telah lulus tes ini, tetapi branda tidak memiliki esensi pengalaman manusia. Branda menawarkan dunia tanpa kerentanan, yang penting untuk keintiman dan empati sejati. Mesin tidak dapat memahami kompleksitas kehidupan manusia, membuat branda tidak memadai untuk membahas masalah emosional yang mendalam.

Kebutuhan Akan Koneksi Manusia Sejati

Meskipun demikian, banyak yang beralih ke chatbot seperti Replika selama pandemi. Ketika saya menguji Replika, dengan cepat menjadi jelas bahwa itu tidak bisa memahami emosi manusia dasar, yang menyebabkan kebingungan dan kekecewaan. Meskipun karantina menggoda beberapa orang untuk mencari ketenangan dalam mesin, kebanyakan dari kita merindukan koneksi manusia yang sejati. Kita menderita ketika orang yang kita cintai menghadapi penyakit, kelahiran, dan kematian sendirian. Insinyur harus fokus pada peningkatan alat seperti Zoom untuk memfasilitasi interaksi manusia yang lebih baik daripada bersaing dengan empati unik yang mendefinisikan kita sebagai manusia.

}
Recommended Article